Sharing Ilmu

Pendidikan Pancasila

SILA KEBANGSAAN DAN NASIONALISME KEWARGAAN

SILA KEBANGSAAN MENURUT SUKARNO            

Pertama, Kebangsaan adalah nilai, ide dan paham (ideologi) yang membangun bangsa (nation) Indonesia sebagai landasan bagi pendirian negara-bangsa (nation-state) Indonesia.

Kedua, negara-bangsa Indonesia dibentuk melalui tiga hal:

1.            Kesamaan nasib sebagai bangsa yang terjajah.

2.            Kesamaan karakter yang dibentuk oleh kesamaan nasib. Kesamaan karakter tersebut adalah kesadaran untuk bersatu di tengah kemajemukan.

3.            Kehendak untuk menyatukan keragaman suku-bangsa (suku, etnis, ras, budaya, bahasa, agama, ideologi dan kelas sosial) menjadi satu masyarakat bangsa yang satu.

4.            Kesatuan geo-politik dari Sabang sampai Merauke yang menjadi wilayah politik NKRI.

Ketiga, Kebangsaan adalah nilai, ide dan paham (ideologi) yang melandasi pendirian negara satu untuk semua orang dan golongan. Negara satu untuk semua ini dibangun melalui sistem demokrasi yang menempatkan semua warga negara setara di hadapan hukum, sehingga memungkinkan semua orang terlibat dalam proses bernegara.

“Baik Saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun Saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya, tetapi ‘semua buat semua’. Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di Sidang Dokurutzu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun yang lebih, ialah: dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan”.

“Saya sudah beberapa kali di dalam kuliah atau ceramah mensitir ucapan Ernest Renan, mahaguru dari Universitas Sorbonne di Paris yang berkata bahwa bangsa adalah satu jiwa, une nation est un ame. Artinya bangsa adalah jiwa. Di lain tempat Renan berkata: une nation est un grand solidarite, satu bangsa adalah satu solidariteit yang besar.. Apakah yang mengikat manusia itu menjadi satu jiwa? Kalau menurut Renan, ialah kehendak hidup bersama. Le deir d’etre ensemble”.

Sukarno, Kursus Pancasila, 1958

 

                Bangsa Menurut Otto Bauer      

“Otto Bauer di dalam kupasannya terutama sekali mengenai persoalan bangsa. Bauer berkata, Eine Nation ist eine aus schicksalgemeinschaft erwachsene charaktergemeinschaft. Artinya, bangsa adalah satu persamaan, satu persatuan karakter, watak, yang persatuan karakter atau watak ini tumbuh, lahir, terjadi karena persatuan pengalaman..”

 

Sukarno, Kursus Pancasila, 1958

                Bangsa Menurut Bung Karno     

“Apa, menurut pendapat saya, yang dinamakan bangsa itu? Saya lantas menjawab: baik saya menerima, Renan saya menerima, Otto Bauer saya terima. Tetapi saya tambah dengan satu syarat! Bangsa adalah segerombolan manusia yang –kalau mengambil Renan- keras ia punya le deir d’etre ensemble- kalau mengambil Otto Bauer –keras ia punya charaktergemeinschaft, tetapi yang berdiam di atas satu wilayah geopolitik yang nyata satu persatuan, satu kesatuan..”

Sukarno, Kursus Pancasila, 1958

“Usul-usul yang menyangkut persatuan kebangsan Inonesia digodok oleh Panitia Kecil beranggotakan 9 orang… Berdasarkan hasil rumusan Panitia Sembilan, yang disepakati pada 22 Juni 1945, kebangsaan Indonesia diakui sebagai salah satu Dasar Negara dalam ungkapan ‘Persatuan Indonesia’. Posisinya ditempatkan pada urutan (sila) ketiga dari lima Dasar Negara (Pancasila), mengalami pergeseran dari urutan pertama dalam pidato Sukarno pada 1 Juni 1945.”

SILA KEBANGSAAN DALAM PANCASILA

Sebagai konsekuensi dari prinsip persatuan dan keragaman itu, sila ketiga juga menjadi pemandu bagi pembentukan etos nasionalisme kewargaan (civic nationalism) di mana setiap rakyat Indonesia selayaknya menjadi warga negara yang memahami peran kebangsaannya. Etos kewargaan melampui kehidupan pribadi dan kelompok, termasuk kelompok agama, karena ia menempatkan manusia sebagai agen bagi perwujudan kebaikan bersama (res publica). Inilah yang dimaksud Sukarno sebagai sosio-nasionalisme, di mana kebangsaan kita bangun demi perbaikan masyarakat terus-menerus.

Dalam proses perbaikan ini, setiap individu ialah warga negara yang memiliki beberapa prinsip. Pertama, menjadikan konstitusi sebagai panduan hidup bersama demi kebaikan hidup berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai lain yang hidup di keseharian seperti nilai-nilai agama, dipahami sebagai nilai- nilai yang selaras dengan konstitusi, karena di Indonesia, segenap produk hukum tidak bertentangan dengan agama.

Kedua, menempatkan semua orang sebagai warga negara yang setara, yang memiliki hak-hak konstitusional yang sama. Dengan demikian, dalam kehidupan berbangsa, tidak bisa menghukumi sesama anak bangsa dengan nilai-nilai primordial yang tidak selaras dengan kebaikan publik.

Ketiga, nasionalisme kewargaan mendorong warga negara aktif terlibat dalam kehidupan berbangsa, melalui prinsip- prinsip ketuhanan, kemanusiaan, demokrasi dan keadilan sosial.